AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Ilustrasi (foto: bradlaughs)
Dilansir dari Sciencedaily, Selasa (27/4/2010), sebuah penelitian pribadi pernah dilakukan pada tahun 1970-an oleh Norman Cousin, orang awam yang pernah merasakan manfaat tertawa. Ia menyimpulkan bahwa humor dan tawa bahagia bisa memperbaiki kesehatannya, dan kesimpulan tersebut dimuat di New England Journal of Medicine.
Dr. Lee S. Berk dari Loma Linda University, berkolaborasi dengan Dr. Stanley Tan tertarik untuk menindaklanjutinya. Sejak tahun 1980-an, mereka mengembangkan penelitian yang telah dirintis Cousin tersebut.
Hasilnya adalah, tawa terbukti mampu mengoptimalkan produksi hormon pada sistem endokrin. Kadar kortisol dan epinefrin berkurang, dan inilah yang menyebabkan stres berkurang. Tawa juga bisa meningkatkan sistem imun dengan memacu produksi antibodi.
Dalam penelitian tersebut mereka sekaligus memperkenalkan Laughercise, sebuah rangkaian tawa yang diklaim punya efek setara dengan olahraga ringan. Selain meningkatkan mood dan mengurangi hormon stress, Laughercise mampu meningkatkan sistem imun. Efek lainnya adalah menurunkan kadar kolesterol jahat (HDL) serta tekanan darah dan menaikkan kadar kolesterol baik (LDL).
Mempengaruhi Nafsu Makan
Baru-baru ini, Berk kembali meneliti efek tawa pada tubuh manusia. Kali ini ia mengajak rekannya di Loma Linda University, Dr. Jerry Petrofsky. Tujuannya adalah melihat pengaruh eustress (tawa bahagia) dan distress (perasaan susah) terhadap nafsu makan.
Dalam penelitian yang berlangsung selama 3 minggu ini, mereka melibatkan 14 orang relawan. Secara acak, partisipan dipertontonkan video berdurasi 20 menit dengan jeda masing-masing 1 minggu untuk menghilangkan efek video sebelumnya.
Untuk memunculkan efek distress, Berk memutarkan cuplikan dari 20 menit pertama film Saving Private Ryan. Sementara untuk eustress, relawan dibebaskan memilih video lucu apa saja sesuai selera humor mereka, dengan durasi yang sama yakni 20 menit.
Sebelum dan sesudah menonton video, tekanan dan sampel darah para relawan diamati. Dua hormon yang mempengaruhi nafsu makan yakni leptin dan ghrelin diamati dari serum yang telah dipisahkan dari sampel darah.
Dari pengamatan terhadap relawan yang menonton video distress, Berk tidak menemukan perubahan pada tekanan darah maupun kadar hormon. Sementara pada relawan yang menonton video eustress, tekanan darah dan kadar hormon berubah.
Perubahan tersebut adalah, kadar leptin turun sementara ghrelin meningkat. Menurut Berk, efek yang sama juga diperoleh ketika orang melakukan olahraga ringan yang disebut-sebut bermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan.
Berk memang tidak menyimpulkan bahwa tertawa bisa meningkatkan nafsu makan. Namun menurutnya penelitian ini membuka kemungkinan untuk menemukan solusi pengatasan masalah nafsu makan, terutama bagi mereka yang tidak bisa rutin berolahraga.
Misalnya pada lansia, depresi dan kurangnya aktivitas fisik sering berdampak pada menurunnya nafsu makan. Hal ini sering memicu nyeri kronis, dan menurunnya kondisi kesehatan secara umum. Hal yang sama juga dialami janda atau duda yang baru saja ditinggal pasangannya.
(up/ir)