Dalam sebuah rumah makan seorang pelayan menumpahkan kopi pada sepatu kulit seorang pelanggan tanpa sengaja. Pelayan itu terus menerus meminta maaf pada pelanggannya dengan kaki gemetaran.
Tanpa sepatah kata omelan, si pemilik rumah makan itu mengambil sapu tangannya dan membungkuk untuk membersihkan tumpahan kopi diatas sepatu pelanggannya itu. Ia melakukannya tanpa rasa canggung dan begitu tenang, seperti melayani diri sendiri ataupun keluarganya. Perlakuan itu tidak membuat si pelanggan merasa kikuk maupun si pelayan itu merasa malu.
Selang beberapa tahun kemudian, si pelayan yang menumpahkan kopi itu akhirnya berhasil memiliki rumah makan sendiri. Ia merasa berhutang budi kepada mantan majikan itu atas keberhasilan yang telah dicapainya, melalui insiden yang menimpanya pada waktu itu. Setiap kali teringat akan kejadian tersebut, dengan jelas tergambar di dalam ingatannya bagaimana si majikan itu langsung membungkukan badannya.
Apabila Anda menyimpulkan dari kejadian itu sebagai siapa yang lebih unggul dan siapa yang pecundang, maka anda keliru
Manusia sejati tahu dengan pasti kapan ia bersimpuh dan kapan ia berdiri dengan tegak. Ketika ia berdiri, kakinya tidak gemetaran, dan ketika ia bersimpuh, ia tidak merasa malu dengan wajah yang memerah.(Xixi/The Epoch Times)